PROGRAM 300 – 500JUTA PERDUSUN BAGUS SEBAGAI NARASI NAMUN RECHTSVACUUM (KOSONG REGULASI) DAN BERMASALAH DALAM REALISASI

Oleh :

Aprilia, S.KOM., S.E., M.M

(Pengamat Politik – Akademisi)

Dengan adanya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, menjadi bentuk nyata desentralisasi Pembangunan di Indonesia hingga Tingkat Desa. Dengan hal tersebut desa tidak lagi hanya sebagai objek Pembangunan namun juga sebagai subjek Pembangunan. Sehingga dengan support anggaran dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, desa dapat mengelola secara otonom Pembangunan ditingkat desa sesuai kebutuhan di desa dengan mempertimbangkan pemerataan dan proposionalitas kebutuhan Pembangunan hingga ditingkatan terkecil yakni Wilayah RT.

Setiap tahun desa mendapatkan support dari Pemerintah Pusat (APBN) berupa Dana Desa (DD). Dana Desa yang bersumber dari APBN memiliki tujuan tersendiri sebagaimana Undang-undang Desa (UU No. 6 tahun 2014) yang meliputi 8 tujuan Pembangunan. Sebagaimana PP No. 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah, Besaran dana desa pada setiap desa dialokasikan secara berkeadilan dengan mempertimbangkan Alokasi Dasar di Desa dan Alokasi Formula pada Setiap Desa. Yang dimaksud Alokasi Formula yakni Alokasi yang dihitung memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota. Selain Dana Desa, terdapat juga Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari Pemerintah Daerah (APBD). Pengalokasian ADD sebagaimana PMK 146 Tahun 2023 dialokasikan miminal 10% dari Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah Dana Bagi Hasil yang selanjutkan dibagikan ke Desa dengan Prinsip Pemerataan dan Proporsionalitas. Adapun sumber APBDes lainnya berupa Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Daerah (APBD), Pendapatan Asli Desa (PADes) dan Sumber lainnya yang sah menurut peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan Pembangunan di Desa tentu melalui mekanisme/ prosedur yang sah menurut peraturan perundang-undangan baik mulai Perencanaan, Pengajuan, Penganggaran, Pelaksanaan, Pengawasan serta Pelaporannya. Sebagai dasar pengalokasian Alokasi Dana Desa dan Bantuan Keuangan Desa, Pemerintah Daerah melakukan mekanisme berupa Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrembangdes) untuk memenuhi prinsip pemerataan, proporsionalitas serta tepat sasaran. Pada saat DD, ADD, BKD serta sumber lainnya akan dirumuskan dalam bentuk RKPDes dan APBDes, maka juga dilaksanakan Musyarawah Desa (Musdes) hal ini sebagaimana diatur oleh PDTT Nomor .21 Tahun 2020. Musrembangdes dan Musdes ini ikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Tokoh Masyarakat Desa dan Perwakilan Masyarakat Tingkat Dusun, RW hingga RT. Melihat dari mekanisme tersebut tentu kita Bersama dapat memahami bahwa pembangunan ditingkatan desa sudah menyesuaikan aspirasi dan kebutuhan Masyarakat di desa baik ditingkatan dusun, Wilayah RW bahkan hingga Wilayah RT.

Mengacu terhadap beberapa pandangan tentang Desentralisasi Pembangunan ditingkatan desa, selanjutnya kita mencoba membahas Program 300-500 juta perdusun dalam pendekatan Pembangunan di Desa. Program 300 – 500 juta perdusun menjadi Visi Misi unggulan salah satu Pasangan Calon dalam Pilkada Sidoarjo tahun 2024.  Kita perlu mengkaji dan membedah Program ini, agar tidak hanya menjadi bagus sebagai Narasi namun bermasalah dalam realisasi. Dalam mengkaji program 300-500 juta perdusun ini jangan hanya dilihat dari aspek nominal yang dikonfersi dalam kemampuan APBD Sidoarjo, akan tetapi harus dilihat dari berbagai Aspek baik Aspek Regulasi, Mekanisme Realisasi dan Pelaporan/ Pertanggungjawabannya.

  1. Aspek Regulasi. Dalam regulasi Pembangunan di desa baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Desa dan Turunannya, tidak memuat tentang desentralisasi dan distribusi keuangan kepada tingakatan dusun. Bahkan jika kita melihat debat 1 pada tanggal 19 Oktober 2024, paslon terkait memunculkan istilah baru yang Namanya Musrembangdus dan Musdus. Dalam PDTT Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur tentang Musremangdes dan Musdes tidak mengenal istilah Musrembangdus atau Musdus. Bahkan jika kita mengaju pada Undang-undang Desa maka jelas desa sebagai Subjek Pembangunan bukan dusun. namun pada Program 300-500 juta perdusuni ini, seolah dusun sebagai Subjek Pembangunan akan tetapi sebenarnya tidak ada Regulasi yang melandasi hal tersebut. Karena negara kita adalah negara hukum sebagaimana asal 1 ayat (3) UUD 1945, tentu dalam Pembangunan harus memiliki landasan hukum yang jelas. Progam 300-500 juta perdusun ini minim regulasi bahkan bisa disebut rechtsvacuum (kosong hukum/ kosong regulasi). Tidak semestinya hanya karena ingin menunjukkan hal yang menarik sebagai Visi Misi tapi tidak memperhatikan regulasi, hal ini akan menjadi bom waktu yang akan berbahaya dikemudian hari.
  2. Secara aspek mekanisme realisasi Program 300-500 juta perdusun ini sudah tercakup dalam Pembangunan desa karena dalam Pembangungan desa Melalui DD, ADD, BKD, dan lainnya secara peruntukan juga untuk seluruh wilayah di desa termasuk Dusun bahkan hingga entitas terkecil yakni Wilayah RT. Dan kita ketahui Bersama dalam perumusan APBDes dan RKPDes sudah melibatkan semua unsur Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Tokoh Masyarakat Desa dan Perwakilan Masyarakat Tingkat Dusun, RW hingga RT. Artinya Progam 300-500 juta perdusun ini sudah menjadi agenda Pembangunan rutin di Desa selama ini bahkan sebelum adanya Visi Misi Pasangan Calon ini. Program ini bukan hal yang genuine/ baru sebagai program unggulan karena program ini hanya mengadopsi Mekanisme Pembangunan di Desa yang sudah ada selama ini.
  3. Aspek Pelaporan/ Pertanggungjawaban. Karena dusun tidak sebagai subjek hukum/ subjek Pembangunan maka terkait Pembangunan di Desa secara Tata Kelola, Tata Usaha dan Tata Keuangan ada di Pemerintah Desa tidak di Dusun. Karena secara Mekanisme tidak diatur dan secara aspek regulasi juga rechtsvacuum, maka tentu dalam aspek laporan pertanggungjwabanpun akan bermasalah. Maka dari itu saat ktia melihat debat 1 Pilkada Sidoarjo pada tanggal 19 Oktober 2024, paslon terkait tidak bisa menjelaskan apapun tentang aspek pelaporan/ pertanggungjawaban. Perlu diingat Kembali bahwa karena tidak ada mekanisme yang jelas dan kosong regulasi, maka program ini perlu dipertimbangkan ulang. Jangan sampai program ini menjadi pintu terjadinya tindak pidana Korupsi berjemaah Tingkat Dusun atau Desa.

Semoga tulisan ini menjadi bahan kajian dan pencerahan bagi Masyarakat Sidoarjo dalam melihat Visi-Misi Calon Pilkada Sidoarjo 2024. Masyarakat harus cerdas dan melek hukum, jangan sampai hanya karena pilihan diksi yang menarik pada suatu visi-misi menjerumuskan Kepemimpinan Sidoarjo pada masalah-masalah laten. Apalagi di Sidoarjo kita ketahui Bersama secara berturut-turut Kepemimpinan kita berakhir pada Kasus Korupsi.

Check Also

Peran Kohati dalam membangun perekonomian di tengah tantangan ekonomi

Yuridisnews.com, Sampang_Organisasi yang didirikan Lafran Pane dua tahun setelah kemerdekaan Indonesia ini terus menegaskan perannya …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *