PANDANGAN HUKUM TERHADAP PENGANGKATAN 6 (ENAM) PELAKSANA TUGAS PADA KEKOSONGAN JABATAN DI KABUPATEN SIDOARJO OLEH PLT. BUPATI SIDOARJO

Oleh :

Dr. (Cand) U. Prayitno, SH., S.Kom., M.AP., M.Kn.

(Direktur Nusantara Crisis Center)

Tahun 2024 menjadi momentum yang luarbiasa di Negara Republik Indonesia. Karena setelah dilaskanakannya Pemilihan Umum pada 14 Februari 2024 berikutnya akan dilanjutkan dengan Pemilihan Kepala Daerah Serentak se Indonesia pada 27 November 2024 sebagaimana Undang-undang 10 Tahun 2016. Pemilihan Kepala Daerah serentak se-Indonesia ini untuk pertama kalinya dilakukan di Indonesia. Pada satu sisi ini menjadi semangat integrasi Pembangunan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah secara merata. Namun dalam banyak hal juga masih memunculkan banyak persoalan.

Tanpa terkecuali Kabupaten Sidoarjo juga akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah pada 27 November 2024. Salah satu yang menjadi persoalan dalam Pemilihan Kepala Daerah adalah majunya Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah incumbent pada pemilihan kepala daerah yang berpotensi adanya penggunaan kekuasan untuk suksesinya. Sehingga Undang-undang pilkadapun mengatur berbagai hal untuk mengantisipasi hal tersebut termasuk terkait Mutasi Jabatan dilingkungan pemerintah daerah oleh Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah sebagaimana pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016, yang mana Kepala Daerah/ Wakil Kepala Derah dilarang melakukan penggantian pejabat dilingkungan pemerintah daerahnya terhitung 6 (enam) bulan sebelum penetapan pasangan calon pemilihan kepala daerah sampai berakhirnya masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Pertengahan bulan Mei 2024 terjadi dialektika ditengah-tengah Masyarakat karena Plt. Bupati Sidoarjo melakukan pengangkatan Pelaksana tugas Pada 6 jabatan kosong di Kabupaten Sidoarjo. Perlu diketahui Plt. Bupati ini menjabat pasca ditahannya Bupati Sidoarjo definitf oleh KPK karena kasus pemotongan insentif pajak. Terjadi pro kontra terhadap diambilnya kebijakan pengisian kekosongan jabatan melalui pengangkatan Pelaksana tugas oleh Plt. Bupati Sidoarjo, bahkan hal tersebut juga disoroti oleh Badan Pangawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo. Hal ini menjadi sorotan Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo karena adanya pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Namun Bawaslu Sidoarjo masih dalam tahap melakukan kajian internal dalam menyikapi infomasi awal tersebut.

Dialektika terkait hali tersebut menarik untuk kita kaji. Pertama terkait pasal 71 ayat 2 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah ini tidak bisa dibaca dan dipahami secara parsial, harus dikaji hubungannya dengan pasal lain termasuk terhadap isi penjelasan pada Undang-undang tersebut. Dalam penjelasan Undang-undang nomor 10 tahun 2016 terkait pasal 71 ayat 2 dijelaskan bahwa jika terjadi kondisi kekosongan jabatan maka Kepala Daerah diberikan wewenang untuk melakukan mengisian jabatan dengan menunjuk pelaksana tugas serta ditegaskan terkait tafsir frasa “Penggantian” ini terbatas pada mutasi jabatan.

Sebenarnya Kementerian Dalam Negeri telah mengantisipasi terjadinya polemik seperti di Kabupaten Sidoarjo dengan mengeluarkan Surat Edara Menteri Dalam Negeri nomor 100.2.1.3/1575/SJ tanggal 29 Maret 2024 perihal Keweangan Kepala Daerah yang Melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian. Surat Edaran ini menjadi pedoman bagi Kepala Daerah dalam menyikapi pasal 71 ayat 2 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Sebagaimana Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 100.2.1.3/1575/SJ tersebut, menjelaskan bahwa :

  1. Pada poin 3 huruf a menyatakan bahwa yang dimaksud Gubenur atau Wakil Gubenur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dalam Pasal 71 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 adalah Gubenur atau Wakil Gubenur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota pada daerah yang menyelenggarakan Pilkada, baik yang mencalonkan atau tidak mencalonkan dalam Pilkada, termasuk Penjabat (Pj)/ Penjabat sementara (Pjs)/ Pelaksana tugas (Plt) Gubenur atau Bupati/ Walikota. Sehingga dalam hal ini Pelaksana tugas Bupati memiliki kesetaraan wewenang dengan bupati definitif dalam pelaksanaan pasasl 71 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 termasuk dalam pengangkatan Pelaksana tugas sebagaimana penjelasan pasasl 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016
  2. Pada poin 3 huruf c angka (4) secara eksplisit menyatakan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan dapat diangkat Pelaksana tugas dengan mempedomani Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 1/SE/I/2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian dan penetapannya tidak melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri. Sehingga dalam hal ini Plt. Bupati Sidoarjo sah melakukan pengangkatan pelaksana tugas pada 6 (enam) jabatan yang kosong tanpa harus melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri namun tetap berpedoman pada Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 1/SE/I/2021.

Berikutnya kita baca dan kaji isi dari Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 1/SE/I/2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian. Surat Edaran ini sebagai pedoman teknis internal kepagawaian terkait Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian yang didasari pada Undang-undang nomor 5 tahun 2014 Tentang Apartur Sipil Negara, Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerinta nomor 17 tahun 2020 dan PermenPANRB nomor 28 tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional. Dari Suran Ederan tersebut dapat kita jelaskan bahwa :

  1. Sebagaimana poin 3 huruf b angka (1) secara eksplisit menyatakan bahwa dalam rangka untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, maka pejabat pemerintah di atasnya agar menunjuk pejabat lain di lingkungannya sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas pada Jabatan yang kosong. Sehingga apa yang dilakukan oleh Plt. Bupati Sidoarjo sah dan bahkan langkah ini merupakan bentuk pelaksanaan perintah yang termuat dalam Surat Edaran tersebut.
  2. Sebagaimana poin 3 huruf b angka (9) menyatakan bahwa Pelaksana Harian dan Pelaksana tugas bukan jabatan definitif. Dari sini kita bisa ketahui bahwa status jabatan pelaksana tugas ini tidak sama dengan jabatan definitif, pelaksana tugas ditunjuk untuk mengisi kekosongan jabatan untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas. Dalam hal ini pada jabatan tersebut masih belum berstatus definitif hanya mengisi kekosongan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, secara hukum jabatan terkait masih dalam kondisi kosong/ tidak definitif.
  3. Sebagaimana poin 3 huruf b angka 10 menyakatan bahwa pelaksana tugas terkait tidak dibebaskan dari jabatan defitifnya sehingga tetap bertugas dalam jabatan definitifnya.
  4. Sebagaimana poin 3 huruf b angka 11 membatasi jabatan Pelaksana tugas untuk paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. Artinya Suran Edaran ini hanya membatasi Batasan maksimal jabatan Pelaksana tugas, namun dalam hal ini tidak ada Batasan minimal jabatan Pelaksana tugas karena pelaksana tugas hanya berlandaskan surat perintah kepala daerah dalam urgensi kelancaran pelaksanaan tugas instansi.

Terhadap pengangkatan plt baru pada jabatan yang telah terisi oleh plt lama tidak dijelaskan secara rinci dalam Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 1/SE/I/2021 ini. Namun kita harus telaah Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi Yang Menduduki Jabatan Belum Mencapai 2 (Dua) Tahun, Surat edaran ini yang memberikan wewenang Kepala Daerah untuk mutasi jabatan sebelum jabatan mencapai 2 (dua) tahun yang sebelumnya dilarang. Sebagaimana Huruf E angka 1 Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2023  menyatakan dapat dilakukan mutasi jabatan sebelum jabatan mencapai 2 (dua) tahun dengan mempertimbangkan :

  1. kinerja pegawai (hasil kerja dan perilaku kerja pegawai) dan/atau kinerja unit kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. strategi akselerasi/percepatan pencapaian kinerja organisasi;
  3. kemampuan Pejabat Pimpinan Tinggi dalam melaksanakan tugas jabatan;
  4. Rekomendasi tim pemeriksa pelanggaran disiplin yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. terdapat unsur benturan/konflik kepentingan (conflict of interresf) dalam Jabatan Pimpinan Tinggi pada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang­undangan.

Melandaskan terhadap hal tersebut, maka Plt. Bupati Sidoarjo dapat melakukan Pengangkatan Plt baru menggantikan Plt lama dengan pertimbangan  Sebagaimana Huruf E angka 1 Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2023. Dan yang perlu digarisbawahi sebagaimana penjelasan pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Plt. Bupati memilik wewenang (hak prerogratif) untuk melakukan pengangkatan Plt.

 

Maka dengan melihat penjelasan pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 100.2.1.3/1575/SJ tanggal 29 Maret 2024 perihal Keweangan Kepala Daerah yang Melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian dan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 1/SE/I/2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian maka dapat kita simpulkan bahwa pengangkatan 6 (enam) Pelaksana tugas pada jabatan yang kosong oleh Plt. Bupati Sidoarjo tidak melanggar hukum khususnya Undang-Undang Pilkada.

Semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan dan landasan bagi Masyarakat Sidoarjo serta Badan Pangawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo dalam menyikapi persoalan pengangkatan 6 (enam) Pelaksana tugas pada kekosongan jabatan di kabupaten Sidoarjo oleh Plt. Bupati Sidoarjo.

Check Also

Kasus PT. Salam Pasific Indonesia Lines (SPIL), BADKO HMI Jatim Sebut Pemerintah Tak Serius Mengawasi Pengelolaan Sektor Energi dan Mineral di Jawa Timur

Oleh : MOHAMMAD SALEH Kabid Energi dan Sumber Daya Mineral BADKO HMI Jawa Timur Energi …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *