Yuridisnews.com, Surabaya_Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menyoroti problematika smart city dan kaitannya dalam pelayanan publik saat didapuk sebagai keynote speaker Seminar Nasional bertajuk “Pengelolaan infrastruktur telekomunikasi yang mendukung smart city dan pelayanan publik” diselenggarakan oleh Yayasan Kajian Potensi Indonesia Sejahtera (Yakpis) di Mangkunegara Hall Narita Hotel, Kota Surabaya, Kamis (12/10).
“Kota yang memanfaatkan teknologi informasi untuk mengintegrasikan seluruh infrastruktur dan pelayanan dari pemerintah kepada warga masyarakat dań japat mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan meningkatkan layanan”, katanya.
Hery Susanto juga menekankan pentingnya mendorong peran aktif partisipasi masyarakat.
“Pemkot perlu mendorong peran aktif dan partisipasi masyarakat dalam mengelola kota sehingga terjadi interaksi yang lebih dinamis dan erat antara warga masyarakat dengan penyedia layanan. Sebab, smart city memberikan jaminan untuk membuat semakin banyak kota di seluruh dunia memiliki pengelolaan yang cerdas dengan mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembangunan dan pengelolaan kota”, tegasnya.
Pada paparannya, Hery menegaskan terkait objek utama smart city dan berbagai kendala program smart city.
“Objek dari program Smart City di Indonesia adalah masyarakat, pemerintah, dan infrastruktur. Dan kita lihat pada tataran implementasi smart city di Indonesia sendiri mengalami berbagai kendala, mulai dari infrastruktur penunjang yang belum memadai, kesiapan pemerintah setempat, hingga masyarakat sendiri yang belum mampu memanfaatkan teknologi digital secara maksimal”, tukasnya.
Hery pun menekankan pentingnya inovasi pelayanan publik dalam mewujudkan smart city.
“Sudah seharusnya inovasi pelayanan publik dilakukan di seluruh elemen penyelenggaraan pelayanan publik. Smart City dan Smart Government harus berjalan bersamaaan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik ”
Ia pun menyoroti Pemba bukan hanya melihat sisi penataan keindahan kota untuk tujuan meningkatkan pendapatan asli Daerah (PAD).
“Sebab pada akhirnya ini hanya menguntungan salah satu pihak dengan alasan penataan kota namun berdampak merugikan publik luas. Sebagai contoh melakukan pengenaan biaya sewa penggunaan bahu jalan yang digunakan oleh penyelenggara utilitas vital. Ini menuntut munculnya cost baru yang dapat menyebabkan meningkatnya biaya layanan publik menjadi tinggi”, tukasnya.
Hery juga menegaskan perlunya penyelarasan terhadap pemahaman norma regulasi yang mengatur penyelenggaraan infrastruktur vital oleh Pemerintah Daerah.
“Sebagai contoh ketentuan mengenai sewa seluruh dan/atau sebagian tanah di permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah yang diatur pada PMK 115/2020 tidak berlaku terhadap hal yang berkaitan dengan fasilitas publik. Hal ini bertujuan agar fasilitas publik dapat dimanfaatkan secara optimal dengan biaya yang efisien”, tegasnya.
Ia pun mendorong Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pemerataan infrastruktur vital.
“Sebab perlu sekali pemerintah untuk menciptakan kemudahan layanan digital dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur guna kepentingan fasilitas publik yang lebih tertata, terkelola dan berkualitas sehingga dapat mendukung aktivitas ekonomi, pendidikan dan sosial Masyarakat”, tegasnya.
Hery juga mengatakan adanya potensi mal administrasi terhadap kebijakan pembangunan utilitasnya.
“Kami melihat adanya potensi mal administrasi terhadap kebijakan pembangunan utilitasnya, sehingga kami sarankan Pemkot Surabaya untuk mengevaluasi terhadap kebijakan Pemko melalui Produk hukum Perda Kota Surabaya no 5/2017 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas dan Perwali Kota Surabaya No 1/2022 Tentang Formula Tarif Sewa Barang Milik Daerah Berupa Tanah dan/atau Bangunan. Dua regulasi tersebut dinilai menghambat Kota Surabaya menjadi smart city”, sarannya.
Reporter : Anis
Editor : MS